Rekonstruksionisme
dan Pendidikan
Rekonstruksionisme
berasal dari kata reconstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks
filsafat pendidikan, aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang
berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan
yang bercorak modern. Aliran ini dipelopori oleh George Count dan Harold pada
tahun 1930.
Secara ontology,
aliran rekonstruksionisme memandang bahwa realita itu universal. Untuk mengerti
suatu realita yang mana realita itu ada di mana dan sama di setiap tempat. Untuk
mengerti suatu realita kita harus beranjak dari suatu hal yang konkrit dan
menuju kearah yang khusus untuk menampilkan diri dalam wujud sebagaimana yang
kita lihat dan kita tangkap oleh indera manusia dan akal pikiran. Pada prinsipnya,
aliran ini berpendririan bahwa alam nyata ini mengandung dua macam hakikat
sebagai asal sumber yakni hakikat materi dan rohani.
Secara epistimologi,
aliran ini lebih merujuk pada pendapat aliran progresivisme dan perennialisme. Berpijak
dari pola pemikiran bahwa memahami realita alam nyata memerlukan proses
pengalaman dan penemuan suatu ilmu pengetahuan. Aliran ini juga berpendapat
bahwa dasar dari suatu kebenarandapat dibuktikan dengan self evidence yakni bukti yang ada pada diri sendiri, realita, dan
eksistensinya.
Secara aksiologi, aliran rekonstruksionisme memandang masalah
nilai berdasarkan asas-asas supernatural yakni menerima nilai natural dan
universal, yang abadi berdasarkan prinsip nilai teologis. Hakikat manusia
adalah sebagai pancaran (emanasi) yang potensial dari dan dipimpin Tuhan,
kemudian manusia sebagai subjek telah memiliki potensi-potensi kebakan dan
keburukan sesuai kodratnya. Dengan nila kebakan adalah menjad nilai yang
tertinggi.
Prinsip-prinsip
dari pendidikan rekonstruksionisme adalah:
1. Masyarakat
dunia itu ada dalam krisis Negara dan praktek yang ada sekarang tidak dapat
diterima, peradaban harus datang dan
menjadi tujuan akhir.
2. Hanya ada
solusi efektif yang mengatasi masalah-masalah dunia yaitu menciptakan tatanan
masyarakat yang baru.
3. Pendidikan
formal dapat dijadikan agen pokok untuk merekonstruksi tatanan masyarakat.
4. Metode pengajaran
harus berdasarkan prinsip-prinsip demokratisasi untuk menyelesaikan
masalah-masalah hidup manusia.
5. Jika pendidikan
formal dapt menjadi penyelesaian masalah krisisnya yang ada, maka pengajaran
harus dimasukan agar terjadi perubahan sosial
Rekonstruksionisme
adalah aliran yang merupakan kelanjutan dar gerakan progresivisme, gerakan ini
lahir didasari atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan
melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang
ini. Aliran ini berpandangan bahwa pendidikan adalah alat utama untuk menjawab
atau menyelesaikan persoalan-persoalan yang telah dihadap dalam dunia
pendidikan. Aliran rekonstruksionisme ini sangat berpengaruh terhadap
pendidikan di Indonesia, sebab pendidikan di Indonesia perlu adanya
rekonstruksi atau tatanan baru untuk dunia pendidikan. Agar lebih maju dan
dapat mengikuti perkembangan zaman serta menyesuaikan dengan perkembangan
IPTEK, sehingga pendidikan di Indonesia tidak trebilang tertinggal dari Negara-negara
lain. Jika tatanan pendidikan di Indonesia sudah terbilang sesuai, maka akan
memberikan dampak yang baik bagi pengembang kurkulum, pendidik, anak didik, dan
sekolah-sekolah yang sudah ada.
Sumber
http://anshar-mtk.blogspot.com/2013/02/filsafat-pendidikan-rekonstruksionisme.html
http://www.academia.edu/5459932/Filsafat_Pendidikan_Aliran_Rekonstruksionisme.
makasih ya untuk artikelnya....
BalasHapus