Jumat, 23 Januari 2015

Pendidikan dalam Empirisme

Pendidikan dalam Empirisme

Istilah empirisme berasal dari bahasa Yunani yaitu empiria yang memiliki arti “coba-coba atau pengalaman”. Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan pada peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri mengecilkan peranan akal. Empirisme adalah lawan dari rasionalisme. Ada dua teori yang menjadi ciri pokok dari aliran empirisme ini, yaitu:
  1. Teori makna atau yang sering disebut sebagai teori asal pengetahuan, yaitu asal-usul idea atau konsep. Terangkum dalam suatu rumus “nihil est in intelektu quod non prius fueirit in sensu” yang berarti tidak ada sesuatu didalam pikiran kita selain didahului oleh pengalaman. Teori makna dari empirisme harus selalu dipahami melalui penafsiran pengalaman.
  2. Teori pengetahuan, dimana empirisme menolak kemampuan intuisi rasional yang didasarkan atas kebenaran umum yang benar dengan sendirinya atau disebut sebagai a priori. Menurut empirisme kebenaran yang ada adalah kebenaran aposteriori. Aposteriori yaitu kebenaran yang diperoleh melalui observasi. Pengalaman indera itulah yang menjadi sumber pengetahuan kebenaran.
Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan diperoleh atau bersumber dari panca indera manusia yaitu mata, lidah, telinga, kulit, dan hidung. Menurut aliran ini manusia dilahirkan putih bersih seperti kertas putih, artinya tidak membawa potensi apa-apa. Perkembangan selanjutnya tergantung pada pendidikan dan lingkungan. Aliran empirisme dipandang berat sebelah sebab hanya mementingkan peranan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan saja. Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir dianggap tidak menentukan, menurut kenyataan kehidupan sehari-hari terdapat anak yang berhasil karena mempunyai bakat tersendiri.
Teori ini berkaitan erat dengan teori belajar mengajar yang bersumber dari aliran-aliran klasik dan merupakan benang merah yang menghubungkan pemikiran-pemikiran pendidikan masa lalu, kini, dan mungking yang akan datang. Aliran empirisme adalah aliran yang paling pesimis memandang bahwa pendidikan kurang bermanfaat, namun sangat optimis memandang bahwa anak seakan-akan tanah liat yang dapat dibentuk sesuka hati. Ajaran-ajaran pokok empirisme yaitu:
  1. Pandangan bahwa semua idea tau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami.
  2. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal atau rasio.
  3. Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.
  4. Semua pengetahuan turun secara langsung, atau disimpulkan secara tidak langsung dari data inderawi (kecuali beberapa kebenaran definisional logika dan matematika).
  5. Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa acuan pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal budi mendapat tugas untuk mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman.
  6. Empirisme sebagai filsafat pengalaman mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-satunya sumber pengetahuan.

Aliran empirisme ini dipelopori oleh John Locke, filsuf Inggris yang hidup pada tahun 1632-1704. Gagasan pendidikan Locke dimuat dalam bukunya “Essay Concerning Human Understanding”. Aliran empirisme dibangun oleh Francis Bacon (1210-1292) dan Thomas Hobes (1588-1679), namun mengalami sistematisi pada dua tokoh berikutnya John Locke dan David Hume.

Pendidikan di Indonesia sekarang ini sebenarnya juga mengambil teori dari aliran empirisme, yaitu teori pengalaman. Dimana pada kurikulum saat ini, ditekankan pada praktek atau pengalaman anak dalam memahami sesuatu. Namun memang tidak sepenuhnya teori di ikut sertakan dalam dunia pendidikan di Indonesia. Jika pada teori empirisme, pendidikan dianggap tidak terlalu penting namun di Indonesia ini pendidikan dala lembaga juga perlu untuk lebih mengontrol peserta didik dalam mengambil pengalaman yang baik. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar