Selasa, 27 Januari 2015

Idealisme dan Pendidikan

Idealisme dan Pendidikan

Idealisme adalah sebuah istilah yang digunakan pertama kali dalam dunia filsafat oleh Leibniz pada awal abad 18. Ia menerapkan istilah ini pada pemikiran Plato. Istilah idealisme adalah aliran filsafat yang memandang mental dan ideasional sebagai kunci ke hakikat realitas. Dari abad 17 sampai permulaan abad 20, istilah ini banyak dipakai dalam pengklarifikasian filsafat.

Secara epistimologi, idealisme berasal dari kata ide yang artinya adalah dunia di dalam jiwa (Plato), jadi pandangan ini lebih menekankan hal-hal bersifat ide, dan merendahkan hal-hal yang materi dan fisik. Realitas sendiri dijelaskan dengan gejala-gejala psikis, roh, budi, diri, pikiran mutlak, bukan berkenaan dengan materi. Idealisme merupakan salah satu aliran filsafat tradisional yang paling tua. Aliran idealism merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang menggunakan jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami peruabahan serta penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea.

Dalam hubungannya dengan pendidikan, idealisme member sumbangan yang besar terhadap perkembangan filsafat pendidikan. Kaum idealis percaya bahwa anak merupakan bagian dari alam spiritual, yang memiliki pembawaan spiritual sesuai potensialitasnya. Oleh karena itu, pendidikan harus mengajarkan hubungan antara anak dengan bagian alam spiritual. Pendidikan harus mengajarkan hubungan antara anak dengan bagian alam spiritual. Pendidikan harus menekankan kesesuaian batin antara anak dan alam semesta. Pendidikan merupakan pertumbuhan kea rah tujuan pribadi manusia yang ideal. Pendidik yang idealisme mewujudkan sedapat mungkin watak yang terbaik. Pendidik harus memandang anak sebagai tujuan, bukan sebagai alat.
Menurut Power (1982), implikasi filsafat pendidikan idealisme adalah sebagai berikut:
1.     Tujuan: untuk membentuk karakter, mengembangkan bakat atau kemampuan dasar, serta kebaikan sosial.
2.  Kurikulu: pendidikan liberal untuk pengembangan kemampuan dan pendidikan praktis untuk memeperoleh pekerjaan.
3.      Metode: diutamakan metode dialektika, tetapi metode lain yang efektis dapat dimanfaatkan.
4.      Peserta didik bebas untuk mengembangkan kepribadian, bakat dan kemampuan dasarnya.
5.      Pendidik bertanggungjawab dalam menciptakan lingkungan pendidikan melalui kerja sama degan alam.



Sumber
https://ijobaraya.wordpress.com/2010/03/12/filsafat-pendidikan-idealisme/

http://id.wikipedia.org/wiki/Idealisme

Pragatisme dan Pendidikan

Pragatisme dan Pendidikan

Pragmatisme adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara praktis. Pragmatisme berasal dari kata pragma yang dalam bahasa Yunani berarti tindakan atau perbuatan. Aliran ini pertama kali tumbuh di Amerika pada tahun 1878. Ketika itu Charles Sanders Pierce (1839-1914) menerbitkan sebuah makalah yang berjudul “how to make our ideas clear” . Namun pragmatisme sendiri lahir ketika William James membahas makalahnya yang berjudul “philosophical conceptions and practical result”  pada tahun 1898 dan mendaulat Pierce sebagai Bapak Pragmatisme. Flsuf lain yang terkemuka dalam aliran pragmatisme adalah John Dewey. Menurutnya, filsafat bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia serta lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta aktifitasnya untuk memenuhi kebutuhan manusiawi. Sebagai pengikut pragmtisme, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya.
Filsuf pragmatism berpendapat bahwa pendidikan harus mengajarkan seseorang tentang bagaimana berfikir dan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Sekolah harus bertujuan untuk mengembangkan pengalaman-pengalaman yang akan memungkinkan seseorang terarah kepada kehidupan yang baik. Tujuan-tujuan pendidikan tersebut meliputi:
1.      Kesehatan yang baik.
2.      Keterampilan-keterampilan dan kejujuran dalam bekerja.
3.      Minat dan hobi untuk kehidupan yang menyenangkan.
4.      Persiapan untuk menjadi orang tua.
5.      Kemampuan untuk bertransaksi secara afektif dengan masalah-masalah sosial.
Dalam pelaksanaannya, pendidikan pragmatism mengarahkan agar subjek didik saat belajar di sekolah tak berbeda ketika ia berada di luar sekolah. Oleh karenanya, kehidupan disekolah selalu disadari sebagai bagian dari pengalaman hidup, bukan dari persiapan untuk menjalani hidup. Disini pengalaman belajar di sekolah tidak berbeda dengan pengalaman saat ia belajar di luar sekolah. Pelajar menghadapi problem yang menyebabkan lahirnya tindakan penuh dari pemikiran yang relative. Disini kecerdasan disadari akan melahirkan pertumbuhan dan pertumbuhan akan membawa mereka di dalam beradaptasi dengan dunia yang berubah. Ide gagasan yang berkembang menjadi sarana keberhasilan. Model pembelajaran pragmatism adalah anak belajar di dalam kelas dengan cara berkelompok. Dengan berkelompok anak akan merasa bersama-sama terlibat dalam masalah dan pemecahannya. Anak akan terlatih bertanggungjawab terhadap beban dan kewajiban masing-masing. Sementara guru ahanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Model pembelajaran ini berupaya membangkitka hasrat anak untuk terus belajar, serta anak dilatih berpikir secara logis. Callahan dan Clark menyimpulkan bahwa orientasi pendidikan pragmatisme adalah progresivisme. Artinya, pendidikan pragmatisme menolak segala bentuk formalism yang berlebihan dan membosankan dari pendidikan sekolah yang tradisional. Anti terhadap otoritarianisme dan absolutism dalam berbagai bidang kehidupan.




Sumber
http://sataaswelputra.blogspot.com/2008/06/filsafat-pragmatisme-dan-implikasinya.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Pragmatisme
http://filsafatpendidikanpragmatisme.blogspot.com/


Perenialisme dalam Pendidikan

Perenialisme dalam Pendidikan

Perenialisme berasal dari kata perenial  yang diartikan sebagai continuing througbout the whole year atau lasting for a very long time (abadi atau kekal dan dapat berarti pula tiada akhir). Esensi kepercayaan filsafat perenialisme adalah berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang bersifat abadi. Aliran ini mengambil analogi realita sosial budaya manusia, seperti realitan sepohon bunga yang terus menerus mekar dari musim ke musim, datang dan pergi, berubah warna secara tetap sepanjang masa dengan gejala yang terus ada dan sama. Perenialisme merupakan suatu aliran pendidikan yang lahir pada abad ke-20. Perenialisme lahir dari suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dans sesuatu yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, terutama dalam kehidupan moral, intelektual, dan sosiokultural.
Perenialisme memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad pertengahan perlu dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan zaman sekarang. Sikap ini bukanlah nostalgia (rindu akan hal-hal yang sudah lampau semata-mata) tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan-kepercayaan tersebut berguna bagi abad sekarang. Jadi sikap untuk kebali keasa lampau itu merupakan konsep bagi perenialisme di mana pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kemasa lampau dengan berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan itu berguna bagi abad sekarang ini. Perenialisme mempunyai ciri-ciri tertentu, diantaranya adalah:
1.       Perenialisme berakar pada tradisi filosofis klasik yang dikembangkan oleh Plato, Aristoteles dan Santo Thomas Aquines.
2.      Sasaran pendidikan ialah kemampuan menguasai prinsip kenyataan, kebenaran dan nilai-nilai abadi dalam arti tak terikat oleh ruang dan waktu.
3.      Nilai bersifat tak berubah dan universal.
4.      Bersifat regresif (mundur) dengan memulihkan kekacauan saat ini melalui zaman pertengahan (renaissance)
Tentang pendidikan kaum perenialisme memandang bahwa education as cultural regression yang berarti bahwa pendidikan sebagai jalan kembali, atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan masa lampau yang dianggap sebagai kebudayaan ideal. Tugas pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang nilai-nilai kebenaran yang pasti, absolute, dan abadi yang terdapat dalam kebudayaan masa lampau yang dipandang sebagai kebudayaan ideal tersebut. M. Hutchins mengemukakan “pendidikan mengimplikasikan pengajaran. Pengajaran mengimplikasikan pengetahuan. Pengetahuan adalah kebenaran. Kebenaran dimanapun dan kapanpun adalah sama. Karena itu kapanpun dan dimanapun pendidikan adalah sama”.
Filsafata pendidikan perenialisme mepunyai 4 prinsip dalam pembelajaran secara uum yang mesti dimiliki manusia, yaitu:
1.      Kebenaran bersifat universal dan tidak tergantung pada tepat, waktu, dan orang.
2.      Pendidikan yang baik melbatkan pencarian pemahaman atas kebenaran.
3.      Kebenaran dapat ditemukan dalam karya-karya agung.
4.      Pendidikan adalah kegiatan liberal untuk mengembangkan nalar.
Dalam pendidikan, kaum perenialisme menginginkan manusia untuk tetap melihat kepada kebudayaan-kebudayaan zaman dahulu, namun tak bisa dipungkiri bahwa zaman kini sudah semakin maju, karena itu juga sebaiknya manusia tetap memfilter budaya-budaya baru atau kemajuan-keajuan baru tanpa harus menghilangkan kebudayaan-kebudayaan yang baik yang telah ada sebelumnya.



Sumber
http://trinitycute.blogspot.com/2012/05/pendidikan-menurut-aliran-filsafat.html
http://marsability.blogspot.com/2012/08/perenialisme.html

http://perumgiras.blogspot.com/2013/06/filsafat-perenialisme-dalam-pendidikan.html

Estetika dalam Filsafat

Estetika dalam Filsafat

Estetika adalah salah satu cabang filsafat yang membahas keindahan. Estetika merupakan ilmu yang membahas bagaimana keindahan bisa terbentuk dan bagaimana agar dapat dirasakannya. Estetika berasal dari bahasa Yunani yaitu aisthetike yang berarti segala sesuatu yang diserap oleh indera. Filsafat estetika membahas tentang reflex kritis yang dirasakan oleh indera dan member penilaian terhadap sesuatu, indah atau tidak indah, beauty or ugly. Estetika juga disebut dengan filsafat keindahan.
Filsafat estetika pertama kali dicetuskan oleh filsuf Alekander Gottlieb Baumgarten pada tahun 1735 yang mengungkapkan bahwa estetika adalah cabang ilmu yang dimaknai oleh perasaan. Estetika terdiri dari tiga hal, yaitu:
1.      Studi mengenai fenomena estetis
2.      Studi mengenai fenomena persepsi
3.      Studi mengenai seni sebagai hasil pengalaman estetis
Pada masa realisme, keindahan berarti kemampuan menyajikan sesuatu dalam keadaan apa adanya. Pada masa maraknya de Stijl di Belanda, keindahan berarti kemampuan mengkomposisikan warna dan ruang dan kemampuan mengabstraksi benda. Estetika merupakan bagian dari tiga teori tunggal, yaitu:
1.      Teori tentang kebenaran (efistimologi)
2.      Teori tentang kebaikan dan keburukan (etika)
3.      Teori tentang keindahan (estetika)
Emmanuel Kant meninjau keindahan dari 2 segi, pertama dari sei arti yang subyektif dan kedua dari segi arti yang obyektif.
1.      Dari segi subyektif, Emmanuel Kant memandang keindahan adalah sesuatu yang tanpa direnungkan dan tanpa sangkut paut dengan kegunaan praktis, tetapi mendatangkan rasa senang pada si penghayat.
2.      Dari segi obyektif, Emmanuel Kant berpandangan bahwa keserasian dari suatu obyek terhadap tujuan yang dikandungnya, sejauh obyek ini tidak ditinjau dari segi gunanya.
Bagi Immanuel Kant, sarana kejiwaan yang disebut cita rasa itu berhubungan dengan dicapainya kepuasaan atau tidak dicapainya kepuasaan atas obyek yang diamati. Estetika merupakan nilai-nilai yang berkaitan dengan kreasi seni dengan pengalaman kita yang berhubungan dengan seni. Hasil-hasil ciptaan seni didasarkan atas prinsip-prinsip yang dapat dikelompokkan sebagai rekayasa, pola, bentuk, dan sebagainya. Estetika juga dapat menjadi bagian dari pendidikan. Dimana pendidikan  juga memerlukan keindahan dalam setiap aspek.



Sumber
http://id.wikipedia.org/wiki/Estetika

https://tahdits.wordpress.com/2012/12/18/filsafat-estetika/

Senin, 26 Januari 2015

Al-Khawarizmi

Al-Khawarizmi

Bapak aljabar yang dimaksud adalah Al-khawarizmi. Ia bernama asli Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi. Ia adalah seorang ahli matematika, astronomi, astroloi dan geografi yang berasal dari Persia. Selain itu ia dikenal sebagai Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Yusoff. Ia lahir sekitar tahun 780 M di Khawarizm yang sekarang adalah Khiva, Uzbekistan dan wafat sekitar tahun 850 M di Baghdad. Dalam pendidikan telah dibuktikan bahwa Al-Khawarizmi ialah tokoh Islam yang berpengetahuan luas. Pengetahuan dan kemahirannya bukan hanya meliputi bidang syariat saja, tetapi juga dalam bidang falsafah, logika, aritmatika, geometri, algoritma, sejarah Islam, kimia, dan banyak ilmu lainnya. Al-Khawarizmi dikenal sebagai guru aljabar di Eropa. Al-Khawarizmi juga sudah menciptakan dan memperkenalkan pemakaian secan dan tangent dalam penyelidikan trigonometri dan astronomi.
Dalam ilmu matematika, Al-Khawarizmi sudah memberikan banyak sumbangsih, diantaranya adalah:
1.      Memperkenalkan perhitungan system decimal (persepuluhan) yan menggantikan seksadesimal (perenampuluhan), suatu system perhitungan kuno zaman Babilonia. System seksadesimal sampai sekarang masih tersisa dalam perhitungan waktu dan perhitungan busur derajat.
2.      Al-Khawarizmi meletakkan dasar-dasar ilmu hitung dan aljabar. Untuk pertama kalinya Al-Khawarzmi menggunakan simbol-simbol dan variable-variabel, mendahului sarjana-sarjan Eropa, dan penggunaan simbol-simbol itulah yang mendorong kemajuan matematika. Karena hal ini juga, Al-Khawarizmi dijuluki sebagai Bapak Aljabar.
3.      Al-Khawarizmi menerapkan bilangan nol (shifr) untuk pertama kalinya dalam perhitungan system decimal (artmatika) dan aljabar. Dalam bahasa arab, kata shifr memiliki arti nol, masuk ke Eropa menjadi chipher, chiffre, dan zero. Aplikasi bilangan nol tersebut meupakan sumbangan penting bagi kemajuan matematika modern sedemikian rupa sehingga tanpa angka nol tu banyak operasi dan persoalan matematika sekarang yang tidak dapat diselesaikan.
4.      Al-Khawarizmi menemukan nilai phi yang menyatakan perbandingan keliling sebuah lingkaran terhadap garis tengahnya yaitu sebesar 22/7 = 3,14. Penemuan nilai phi ini sangat penting untuk perhitungan-perhitungan yang berkaitan dengan lingkaran dan bola.
5.      Al-Khawarizmi berjasa menyusun logaritma. Istilah logaritma (algoritma) berasal dari nama beliau sendiri. Istilah algoritma sekarang ini digunakan dalam pengertian sebagai suatu tata cara sistematis untuk menemukan jawaban dari sebuah soal dimana setiap langkah harus jelas letaknya.
6.      Al-Khawarizmi menemukan metode aljabarik untuk menghitung tinggi segitiga. Dengan metode tersebut, tinggi sembarang segitiga dapat dihitung dengan metode penjabaran sisi-sisi segitiga yang diketahui.
7.      Al-Khawarizmi merumuskan penyelesaian persamaan kuadrat dengan meperkenalkan konsep variable, parameter, akar kuadrat, dan bersama ilmuan mulin lainnya memecahkan persamaan kuadrat ax^2+bx+c=0 dengan rumus yang sekarang dikenal sebagai rumus ABC: x1,2 =[-b±(b^2-4ac)] / 2a dimana x disebut sebagai akar-akar persamaan kuadrat (variable yang dicari), sedangkan a, b, dan c disebut sebagai parameter.
Adapun anggapan dari Al-Khawarizmi tentang seorang wanita adalah seperti:
“jika wanita solehah dan beragama = 1, jika dia cantik tambah 0 dibelakang 1 jadi 10, jika ia kaya tambah lagi 0 nya jadi 100, dan jika ia dari keluarga baik-baik tambah lagi 0 jadi 1000. Tetapi jika yang ‘1’ tiada, maka tiada yang tersisa pada wanita tersebut kecuali sekelompok ‘0’ belaka”.



Sumber
https://iqraamedia.wordpress.com/2013/05/03/wanita-menurut-pandangan-al-khawarizmi/

https://dusunsumberjo.wordpress.com/2012/08/28/tujuh-sumbangan-utama-al-khawarizmi/

Hakikat Pendidikan

Hakikat Pendidikan

Pendidikan dalam bahasa Yunani adalah “pedagogik” yaitu ilmu menuntun anak. Bangsa Romawi memandang pendidikan sebagai “educare”, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai “Erzichung” yang setara dengan educare, yakni membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan/potensi anak. Dalam bahasa Jawa pendidikan berarti panggulawentah (pengolahan), mengolah, mengubah, kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran dan watak, mengubah kepribadian sang anak. Dan dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata dasar “didik” (mendidik), yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan dalam bahasa Arab pendidikan disebut Tarbiyah yang diambil dari Rabba ( ) yang bermakna memelihara , mengurus, merawat, mendidik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah sebuah sarana untuk memberikan ilmu yang bermanfaat dan mencetak peserta didik yang cerdas, jujur, dan bertanggungjawab.
Pendidikan merupakan transfer of knowledge (memberikan pengetahuan), transfer of value (menngajarkan nilai) dan transfer of culture and transfer of religius (mengajarkan budaya dan keagamaan) yang diarahkan pada upaya untuk memanusiakan manusia. Hakikat proses pendidikan ini sebagai upaya untuk mengubah perilaku individu atau kelompok agar memiliki nilai-nilai yang disepakati berdasarkan agama, filsafat, ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan.  Menurut pandangan Paula Freire pendidikan adalah proses pengaderan dengan hakikat tujuannya adalah pembebasan. Hakikat pendidikan adalah kemampuan untuk mendidik diri sendiri. Hakikat pendidikan sangat ditentukan oleh nilai-nilai, motivasi dan tujuan dari pendidikan itu sendiri.
Maka, hakikat pendidikan dapat dirumuskan sebagi berikut :
1.      Pendidikan merupakan proses interaksi manusiawi yang ditandai keseimbangan antara kedaulatan subjek didik dengan kewibawaan pendidik.
2.      Pendidikan merupakan usaha penyiapan subjek didik menghadapi lingkungan yang mengalami perubahan yang semakin pesat.
3.      Pendidikan meningkatkan kualitas kehidupan pribadi dan masyarakat.
4.       Pendidikan berlangsung seumur hidup.
Ada beberapa definisi pendidikan dari beberapa ahli diantaranya adalah:
1.      Ki Hajar Dewantara: Pendidikan adalah segala daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
2.      Paulo Freire: Pendidikan merupakan jalan menuju pembebasan yang permanen dan terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah masa dimana manusia menjadi sadar akan pembebasan mereka, yang melalui cara mengubah keadaan itu. Tahap kedua dibangun atas tahap yang pertama, dan merupakan sebuah proses tindakan kultural yang membebaskan.
3.      John Dewey: Pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi didalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk menghasilkan kesinambungan sosial. Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang yang belum dan kelompok dimana dia hidup.
4.      Sir Godfrey Thomson: Pendidikan adalah pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang permanen didalam kebiasaan-kebiasaan tingkah laku, pikiran, dan sifatnya.
5.      H. Horne: Pendidikan adalah proses yang terus meneruus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada Tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosianal dan kemanusiaan dari manusia.


Sumber
http://www.sarjanaku.com/2012/12/pengertian-pendidikan-menurut-para-ahli.html


Hubungan Etika dengan Filsafat

Hubungan Etika dengan Filsafat

Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu “ethikos” yang berarti timbul dari kebiasaan. Etika adalah sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisisdan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk dan tanggungjawab. Etika sering diidentikan dengan moral (moralitas), namun meskipun sama-sama terkait dengan baik-buruk nya tindakan manusia, etika dan moral memiliki perbedaan pengertian. Moralitas lebih condong pada pengertian nilai baik dan buruk dari setiap perbuatan manusia itu sendiri. Sedangkan etika berarti ilmu yang mempelajari tentang baik dan buruk. Jadi bisa dikatakan, etika berfungsi sebagai teori tentang perbuatan baik dan buruk. Dalam filsafat terkadang atika disamakan dengan filsafat moral.
Hubungan etika dengan ilmu filsafat menurut Ibnu Sina adalah seperti indera bersama, estimasi dan rekoleksasi yang menolong jiwa manusia untuk memperoleh konsep-konsep dan ide-ide dari alam sekelilingnya. Jika manusia telah mencapai kesempurnaan sebelum ia berpisah dengan badan, maka selamanya akan berada dalam kesenangan. Jika ia berpisah dengan badan dalam keadaan tidak sempurna, ia selalu dipengaruhi hawa nafsu. Ia hidup dalam keadaan menyesal dan terkutuk untuk selama-lamanya di akhirat. Etika filsafat merupakan ilmu penyelidikan bidang tingkah laku manusia yaitu mengenai kewajiban manusia, perbuatan baik buruk dan merupakan ilmu filsafat tentang perbuatan manusia. Banayak perbuatan manusia yang berkaitan dengan baik atau buruk, tetapi tidak semua perbuatan yang netral dari segi etikanya. Contoh, bila di pagi hari saya mengenakan lebih dulu sepatu kanan dan kemudian sepatu kiri, perbuatan itu tidak mempunyai hubungan baik atau buruk. Immanuel Kant (1724-1804) berpendapat bahwa manusia mempunyai perasaan atika yang tertanam dalam jiwa dan hati sanubarinya. Orang merasa bahwa ia mempunyai kewajiban untuk menjauhi perbuatan buruk dan menjalankan perbuatan baik. Etika filsafat merupakan suatu tindakan manusia yang bercorak khusus, yaitu didasarkan kepda pengertiannya mengenai baik dan buruk. Etika sebagai cabang ilmu filsafat sebenarnya yang membedakan manusia daripada makhluk Tuhan lainnya dan menempatkannya bila telah menjadi tertibpada derajat di atas mereka.
Menurut Magnis Suseno, ada 4 fungsi atika diantaranya:
1.      Etika dapat membantu dalam menggali rasionalitas dari moral agama, seperti “mengapa Tuhan memerintahkan ini, bukan itu”.
2.      Etika membantu dalam menginterprestasikan ajaran agama yang saling bertentangan.
3.      Etika dapat membantu menerapkan ajaran moral agama terhadap masalah-masalah baru dalam kehidupan manusia, seperti soal bayi tabung dan euthanasia, yaitu tindakan mengakhiri hidup dengan sengaja kehidupan makhluk.
4.      Etika dapat membantu mengadakan dialog antar agama karena etika berdasarkan diri pada argumentasi rasional belaka dan bukan pada wahyu.
Etika kini menjadi cabang ilmu filsafat moral, karena etika menelaah hidup manusia yaitu kebahagiaan. Kebahagiaan yang dimaksud adalah kebahagiaan sempurna yang memuaskan manusia, baik jasmani maupun rohani dari dunia sampai ke akhirat melalui kebenaran filosofis, kebahagiaan sempuna adalah tujuan akhir manusia.



Sumber
http://farizahildayani.blogspot.com/2013/04/ruang-lingkup-filsafat-moral-dan-etika.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Etika