Rabu, 10 Desember 2014

PENDIDIKAN BERDASARKAN ALIRAN FILSAFAT NEO-POSITIVISME

MAT 3/A-25

PENDIDIKAN BERDASARKAN
ALIRAN FILSAFAT NEO-POSITIVISME

Apa sih filsafat itu? Penting ga sih kita belajar filsafat? Mungkin kita akan selalu bertanya seperti itu. Dalam garis besar filsafat adalah suatu ilmu yang benar-benar mengharuskan kita berpikir dari apa yang telah kita ketahui. Dalam filsafat terdapat beberapa aliran, salah satunya adalah aliran filsafat neo-positivisme.
Aliran ini dapat dikatakan sebagai aliran empiris logika, yang artinya berpikir dengan kenyataan dan fakta yang akurat yang benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata berdasarkan pegalaman. Atau bisa dikatakan neo-positivisme adalah aliran yang berpangkal dari apa yang telah diketahui, aktual, dan positif. Karena itu, dalam aliran ini juga berpendapat bahwa filsafat harus dapat memberikan kriteria yang ketat untuk menetapkan apakah sebuah pernyataan adalah benar, salah atau tidak memiliki arti sama sekali.
Sosok yang sangat berperan dalam aliran neo-positivisme adalah August Comte dimana dia adalah penggagas dari aliran Positivisme, yaitu sebuah aliran filsafat Barat yang timbul pada abad XIX dan merupakan kelanjutan dari empirisme.
Neo-positivisme memiliki dua akar utama, yaitu:
1.      Reaksi terhadap aliran metafisika. Neo-positivisme menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Aliran ini lebih mengacu kepada hal-hal yang dapat dibuktikan secara empiris.
2.      Neo-positivisme terletak dalam perkembangan ilmu pasti dan ilmu alam modern.

August Comte membagi perkembangan pemikiran manusia ke dalam tiga tahap, yaitu:

1.      Tahap Teologi. Teologi berasal dari kata “theos” yang berarti ‘Tuhan’ dan “logia” yang berarti ‘ucapan’. Yang dimaksud dalam tahap ini adalah tingkat pemikiran manusia menganggap bahwa semua gejala di dunia ini disebabkan oleh hal-hal supernatural. Cara pandang seperti ini tidak dapat diterapkan dalam ilmu pengetahuan. Comte membagi tahap ini menjadi tiga periode, yaitu fetisisme (percaya pada kekuatan benda-benda), politeisme (percaya pada banyak dewa), dan monoteisme (percaya pada satu kekuatan tertinggi).
2.      Tahap Metafisik atau dapat disebut juga tahap transisi dari tahap teologi ke tahap positif. Pada tahap ini manusia menganggap bahwa di dalam setiap gejala terdapat kekuatan-kekuatan atau inti tertentu yang pada akhirnya akan dapat diungkapkan (ditemukan dengan akal budi). Namun disini belum adanya verifikasi.
3.      Tahap Positif atau tahap dimana manusia mulai berpikir secara ilmiah. Ditahap ini gejala alam dijalaskan secara empiris namun tidak mutlak. Pada tahap ini menerangkan bahwa fakta-fakta yang khusus dihubungkan dengan suatu fakta umum.


Lingkaran Wina (Vienna Circle) adalah tonggak monument sejarah bagi para filsuf yang ingin membentuk ‘unified science’, yang mempunyai program untuk menjadikan metode-metode yang berlaku dalam ilmu pasti-alam sebagai metode pendekatan dan penelitian ilmu-ilmu kemanusiaan, termasuk di dalamnya filsafat. Gerakan para filsuf dalam lingkaran Wina ini disebut oleh sejarah pemikiran sebagai positivism-logik. Secara umum, para penganut paham positivism memiliki minat yang kuat terhadap sains dan mempunyai sikap skeptis (memandang sesuatu selalu tidak pasti, meragukan, mencurigakan) terhadap ilmu agama dan hal-hal yang berbau metafisika. Mereka meyakini bahwa semua ilmu pengetahuan haruslah berdasarkan inferensi logis yang berdasarkan fakta yang jelas. Sehingga penganut paham ini mendukung teori-teori realism, materialism, naturalism, filsafat dan empirisme. Salah satu teori neo-positivisme atau positivism logis yang paling dikenal adalah tentang makna yang dapat dibuktikan, yang menyatakan bahwa sebuah pernyataan dapat disebut bermakna jika dan hanya jika pernyataan tersebut dapat diverifikasi secara empiris.
Pada dasarnya, neo-positivisme berpandangan bahwa segala sesuatu hal dapat dibuktikan dengan pengamatan atau pada analisis definisi dan relasi antara istilah-istilah. August Comte berpendapat bahwa positivisme adalah puncak dalam perkembangan pemikiran manusia. Terdapat tiga tahap perkembangan dalam aliran neo-positivisme ini, yaitu: pertama, positivisme mengarahkan pengetahuannya hanya kepada hal-hal yang bersifat positivistik obyektif . Kedua, pengetahuan sudah menggunakan sudut pandang psikologi yang subyektif. Ketiga, penganut neo-positivisme menggabungkan sejumlah aliran seperti otomisme logis dan semantika dalam positivisme logis. Otomisme logis adalah filsafat alam yang berpandangan bahwa dunia alami terdiri dari dua benda yang mendasar, saling berlawanan, dan tidak dapat dibagi yaitu atom dan kehampaan. Semantika adalah pembelajaran tentang makna. Semantik biasanya dikaitkan dengan dua aspek lain, yaitu: sintaksis, pembentukan simbol kompleks dari simbol yang lebih sederhana, serta pragmatika, penggunaan praktis simbol oleh komunitas pada konteks tertentu.
Neo-positivisme adalah suatu pergerakan dengan “anti” dan “pro”. Dia “anti” terhadap segala hal yang bersifat metafisis yang menurut aliran metafisis ini tujuan ilmu adalah belajar mengenal dunia. Dia “pro” terhadap filsafat sebagai metode keilmuan yang teliti dan menghasilkan pengetahuan. Menurut pendapat positivism tujuan ilmu mengkonstruksi suatu konsep agar manusia dapat berorientasi dalam dunia pengalamannya.
Dalam aliran neo-positivisme ini, August Comte mengusahakan adanya re-organize masyarakat yang dicapai melalui science. Sains dari manapun asalnya menghasilkan ramalan, dan ramalan dari manapun asalnya menghasilkan perbuatan (action), begitu ungkapan August Comte dalam merumuskan teorinya mengenai sains. Positivisme mengandung pengertian bahwa segala pengetahuan kemasyarakatan harus berdasarkan pada segalanya yang dapat di observasi berdasarkan fakta-fakta real dan diuji secara metodelogi. Sementara neo-positivisme atau biasa disebut positivisme logis, merupakan kelanjutan dan penegasan terhadap aliran positivisme. Neo-positivisme mengusahakan adanya keketatan dalam ilmu pengetahuan dan menerapkan prinsip-prinsip metodologi saintifik kesegala bidang keilmuan termasuk filsafat. Neo-positivisme menuntut adanya kepastian metodologis dengan alat bantu kalkulasi matematik dan statistik. Prinsip utama aliran neo-positivisme menyatakan bahwa fakta-fakta yang dapat diobservasi adalah syarat bagi dimungkinkannya pengetahuan. Fakta-fakta tersebut harus teruji melalui rasionalitas dengan metode matematis dan logico-linguistik. Filsafat positivism menggunakan metode pengamatan, percobaan, dan perbandingan, kecuali dalam menghadapi gejala dalam fisika sosial, digunakan metode sejarah. metode ilmiah adalah pendekatan yang tepat untuk mengungkap proses baik peristiwa yang terkait masalah fisik dan manusia.



Menurut A.Comte, jiwa dan budi adalah basis dari teraturnya masyarakat. Sekarang ini sudah masa nya harus hidup dengan pengabdian ilmu yang positif yaitu matematika, fisika, biologi, dan ilmu kemasyarakatan. Karena itu, jiwa dan budi haruslah mendapatkan pendidikan yang cukup dan matang, agar dalam pengabdian nya dapat menciptakan generasi-generasi yang memiliki ilmu positif.
Ajaran pokok dalam aliran neo-positivisme ini sangat berpengaruh pada system pendidikan saat ini. Pendidikan dalam neo-positivisme menekankan pentingnya metode empiris-eksperimental dan menuntut adanya objektivitas dalam setiap kajian nya. Objektivitas adalah sasaran pendidikan yang diajukan guna menekan subjektivitas, objektivitas dalam aliran ini berkaitan dengan alam, manusia, kemudian dengan Tuhan. Pendidikan harus mampu menjadi sarana bagi dijalankannya metode saintifik atau yang sering disebut dengan metode ilmiah. Tujuan pendidikan yang berdasarkan neo-positivisme ini adalah memperoleh pengetahuan yang utuh dan sejati melalu metode ilmiah dan verifikasi.
Aliran ini sangat mendominasi system pendidikan yang sedang berjalan saat ini. Karena ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial selalu memakai metode ilmiah dalam memahami realitas. Melalui metode ilmiah ini, kebenaran dapat tercapai. Namun kebenaran yang dimaksud dalam aliran ini adalah kebenaran tentatif yang artinya dapat gugur jika ditemukan kebenaran yang lebih tetap atau akurat. Pendidikan neo-positivisme selalu menuntut adanya pengujian secara matematis.
Seperti halnya kurikulum saat ini yaitu kurikulum 2013. Dapat kita lihat, sebenarnya pendidikan masa kini berpedoman kepada aliran neo-positivisme. Dimana dalam kurikulum ini terdapat pendekatan saintifik, yang artinya proses pembelajran dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah, merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ‘ditemukan’. Proses pembelajaran yang seperti inilah yang memiliki kesamaan prinsip dengan aliran neo-postivisme. Dimana aliran ini mengutamakan metode ilmiah atau metode saintifik untuk menemukan atau membuktikan teorema-teorema yang terjadi di alam.
Dalam aliran neo-positivisme ini selalu mengutamakan logika dalam mencari pengetahuan baru atau membuktikan sesuatu. Demikian juga dalam pendidikan masa kini yang harus selalu memakai logika yang positive untuk memecahkan masalah, menemukan pengetahuan baru serta membuktikan dan mengembangkan pengetahuan yang sudah ada sejak dulu. Jadi pada intinya pendidikan saat ini memakai prinsip-prinsip atau pokok-pokok ajaran yang terdapat dalam aliran filsafat neo-positivisme.













DAFTAR PUSTAKA

Beerling,R.F. 1961. Filsafat Dewasa Ini. Jakarta: Dinas Penerbitan Balai Pustaka
Fadliyanur (2011). Filsafat Ilmu Neo-Positivisme. From http://fadliyanur.blogspot.com/2011/01/filsafat-ilmu-neo-positivisme.html, 11 Oktober 2014
Jimmy Simamora (2011). Neo-Positivisme dan Perkembangannya. From http://jimmysimamora.blogspot.com/2011/06/neo-positivisme-dan-perkembangannya.html, 11 Oktober 2014

Taura Hida (2012). Filsafat dan Filsafat Pendidikan. From http://filsafat.kompasiana.com/2012/05/11/pendidikan-dan-filsafat-pendidikan-456541.html, 11 Oktober 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar