MAT 3/A-25
PENDIDIKAN
BERDASARKAN
ALIRAN FILSAFAT NEO-POSITIVISME
Apa sih filsafat itu? Penting ga sih kita belajar
filsafat? Mungkin
kita akan selalu bertanya seperti itu. Dalam garis besar filsafat adalah suatu
ilmu yang benar-benar mengharuskan kita berpikir dari apa yang telah kita
ketahui. Dalam filsafat terdapat beberapa aliran, salah satunya adalah aliran filsafat
neo-positivisme.
Aliran ini dapat
dikatakan sebagai aliran empiris logika, yang artinya berpikir dengan kenyataan
dan fakta yang akurat yang benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata
berdasarkan pegalaman. Atau bisa dikatakan neo-positivisme adalah aliran yang
berpangkal dari apa yang telah diketahui, aktual, dan positif. Karena itu,
dalam aliran ini juga berpendapat bahwa filsafat
harus dapat memberikan kriteria yang ketat untuk menetapkan apakah sebuah pernyataan
adalah benar, salah atau tidak memiliki arti sama sekali.
Sosok yang sangat berperan dalam aliran neo-positivisme
adalah August Comte dimana dia adalah penggagas dari aliran Positivisme,
yaitu sebuah aliran filsafat Barat yang timbul pada abad XIX dan merupakan
kelanjutan dari empirisme.
Neo-positivisme memiliki dua akar utama, yaitu:
1.
Reaksi terhadap aliran metafisika.
Neo-positivisme menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Aliran ini
lebih mengacu kepada hal-hal yang dapat dibuktikan secara empiris.
2.
Neo-positivisme terletak dalam
perkembangan ilmu pasti dan ilmu alam modern.
August Comte membagi perkembangan pemikiran manusia ke dalam
tiga tahap, yaitu:
1.
Tahap Teologi. Teologi berasal dari
kata “theos” yang berarti ‘Tuhan’ dan “logia” yang berarti ‘ucapan’. Yang
dimaksud dalam tahap ini adalah tingkat pemikiran manusia menganggap
bahwa semua gejala di dunia ini disebabkan oleh hal-hal supernatural. Cara
pandang seperti ini tidak dapat diterapkan dalam ilmu pengetahuan. Comte
membagi tahap ini menjadi tiga periode, yaitu fetisisme (percaya pada kekuatan
benda-benda), politeisme (percaya pada banyak dewa), dan monoteisme (percaya
pada satu kekuatan tertinggi).
2.
Tahap Metafisik atau dapat disebut juga tahap transisi dari
tahap teologi ke tahap positif. Pada tahap ini manusia menganggap bahwa di
dalam setiap gejala terdapat kekuatan-kekuatan atau inti tertentu yang pada
akhirnya akan dapat diungkapkan (ditemukan dengan akal budi). Namun disini
belum adanya verifikasi.
3.
Tahap Positif atau tahap dimana manusia mulai berpikir secara
ilmiah. Ditahap ini gejala alam dijalaskan secara empiris namun tidak mutlak. Pada tahap ini menerangkan bahwa fakta-fakta
yang khusus dihubungkan dengan suatu fakta umum.
Lingkaran Wina (Vienna Circle)
adalah tonggak monument sejarah bagi para filsuf yang ingin membentuk ‘unified
science’, yang mempunyai program untuk menjadikan metode-metode yang berlaku
dalam ilmu pasti-alam sebagai metode pendekatan dan penelitian ilmu-ilmu
kemanusiaan, termasuk di dalamnya filsafat. Gerakan para filsuf dalam lingkaran
Wina ini disebut oleh sejarah pemikiran sebagai positivism-logik. Secara umum,
para penganut paham positivism memiliki minat yang kuat terhadap sains dan
mempunyai sikap skeptis (memandang sesuatu selalu tidak pasti, meragukan,
mencurigakan) terhadap ilmu agama dan hal-hal yang berbau metafisika. Mereka
meyakini bahwa semua ilmu pengetahuan haruslah berdasarkan inferensi logis yang
berdasarkan fakta yang jelas. Sehingga penganut paham ini mendukung teori-teori
realism, materialism, naturalism, filsafat dan empirisme. Salah satu teori
neo-positivisme atau positivism logis yang paling dikenal adalah tentang makna
yang dapat dibuktikan, yang menyatakan bahwa sebuah pernyataan dapat disebut
bermakna jika dan hanya jika pernyataan tersebut dapat diverifikasi secara
empiris.
Pada
dasarnya, neo-positivisme berpandangan bahwa segala sesuatu hal dapat
dibuktikan dengan pengamatan atau pada analisis definisi dan relasi antara
istilah-istilah. August Comte berpendapat bahwa positivisme
adalah puncak dalam perkembangan pemikiran manusia. Terdapat tiga tahap perkembangan dalam aliran
neo-positivisme ini, yaitu: pertama,
positivisme mengarahkan pengetahuannya hanya kepada hal-hal yang bersifat
positivistik obyektif . Kedua,
pengetahuan sudah menggunakan sudut pandang psikologi yang subyektif. Ketiga, penganut neo-positivisme
menggabungkan sejumlah aliran seperti otomisme logis dan semantika dalam
positivisme logis. Otomisme logis adalah filsafat alam yang berpandangan bahwa dunia alami terdiri dari dua benda yang
mendasar, saling berlawanan, dan tidak dapat dibagi yaitu atom dan kehampaan. Semantika adalah pembelajaran tentang makna. Semantik
biasanya dikaitkan dengan dua aspek lain, yaitu: sintaksis, pembentukan simbol kompleks dari simbol yang lebih
sederhana, serta pragmatika, penggunaan praktis simbol oleh komunitas pada konteks
tertentu.
Neo-positivisme
adalah suatu pergerakan dengan “anti” dan “pro”. Dia “anti” terhadap segala hal
yang bersifat metafisis yang menurut aliran metafisis ini tujuan ilmu adalah
belajar mengenal dunia. Dia “pro” terhadap filsafat sebagai metode keilmuan
yang teliti dan menghasilkan pengetahuan. Menurut pendapat positivism tujuan
ilmu mengkonstruksi suatu konsep agar manusia dapat berorientasi dalam dunia
pengalamannya.
Dalam
aliran neo-positivisme ini, August Comte mengusahakan adanya re-organize
masyarakat yang dicapai melalui science. Sains dari manapun asalnya
menghasilkan ramalan, dan ramalan dari manapun asalnya menghasilkan perbuatan
(action), begitu ungkapan August Comte dalam merumuskan teorinya mengenai
sains. Positivisme mengandung pengertian bahwa segala pengetahuan
kemasyarakatan harus berdasarkan pada segalanya yang dapat di observasi
berdasarkan fakta-fakta real dan diuji secara metodelogi. Sementara neo-positivisme atau biasa disebut positivisme
logis, merupakan kelanjutan dan penegasan terhadap aliran positivisme.
Neo-positivisme mengusahakan adanya keketatan dalam ilmu pengetahuan dan
menerapkan prinsip-prinsip metodologi saintifik kesegala bidang keilmuan
termasuk filsafat. Neo-positivisme menuntut adanya kepastian metodologis dengan
alat bantu kalkulasi matematik dan statistik. Prinsip utama aliran
neo-positivisme menyatakan bahwa fakta-fakta yang dapat diobservasi adalah
syarat bagi dimungkinkannya pengetahuan. Fakta-fakta tersebut harus teruji
melalui rasionalitas dengan metode matematis dan logico-linguistik. Filsafat
positivism menggunakan metode pengamatan, percobaan, dan perbandingan, kecuali
dalam menghadapi gejala dalam fisika sosial, digunakan metode sejarah. metode ilmiah
adalah pendekatan yang tepat untuk mengungkap proses baik peristiwa yang
terkait masalah fisik dan manusia.
Menurut A.Comte, jiwa dan budi adalah basis dari teraturnya
masyarakat. Sekarang ini sudah masa nya harus hidup dengan pengabdian ilmu yang
positif yaitu matematika, fisika, biologi, dan ilmu kemasyarakatan. Karena itu,
jiwa dan budi haruslah mendapatkan pendidikan yang cukup dan matang, agar dalam
pengabdian nya dapat menciptakan generasi-generasi yang memiliki ilmu positif.
Ajaran
pokok dalam aliran neo-positivisme ini sangat berpengaruh pada system
pendidikan saat ini. Pendidikan dalam neo-positivisme
menekankan pentingnya metode empiris-eksperimental dan menuntut adanya
objektivitas dalam setiap kajian nya. Objektivitas adalah sasaran pendidikan
yang diajukan guna menekan subjektivitas, objektivitas dalam aliran ini
berkaitan dengan alam, manusia, kemudian dengan Tuhan. Pendidikan harus mampu
menjadi sarana bagi dijalankannya metode saintifik atau yang sering disebut
dengan metode ilmiah. Tujuan pendidikan yang berdasarkan neo-positivisme ini
adalah memperoleh pengetahuan yang utuh dan sejati melalu metode ilmiah dan
verifikasi.
Aliran ini sangat mendominasi system pendidikan yang sedang
berjalan saat ini. Karena ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial selalu
memakai metode ilmiah dalam memahami realitas. Melalui metode ilmiah ini,
kebenaran dapat tercapai. Namun kebenaran yang dimaksud dalam aliran ini adalah
kebenaran tentatif yang artinya dapat gugur jika ditemukan kebenaran yang lebih
tetap atau akurat. Pendidikan neo-positivisme selalu menuntut adanya pengujian
secara matematis.
Seperti halnya kurikulum saat ini yaitu kurikulum 2013. Dapat kita
lihat, sebenarnya pendidikan masa kini berpedoman kepada aliran
neo-positivisme. Dimana dalam kurikulum ini terdapat pendekatan saintifik, yang
artinya proses pembelajran dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif
mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati untuk
mengidentifikasi atau menemukan masalah, merumuskan masalah, mengajukan atau
merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis
data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang
‘ditemukan’. Proses pembelajaran yang seperti inilah yang memiliki kesamaan prinsip
dengan aliran neo-postivisme. Dimana aliran ini mengutamakan metode ilmiah atau
metode saintifik untuk menemukan atau membuktikan teorema-teorema yang terjadi
di alam.
Dalam aliran neo-positivisme ini selalu mengutamakan logika dalam
mencari pengetahuan baru atau membuktikan sesuatu. Demikian juga dalam
pendidikan masa kini yang harus selalu memakai logika yang positive untuk
memecahkan masalah, menemukan pengetahuan baru serta membuktikan dan
mengembangkan pengetahuan yang sudah ada sejak dulu. Jadi pada intinya
pendidikan saat ini memakai prinsip-prinsip atau pokok-pokok ajaran yang
terdapat dalam aliran filsafat neo-positivisme.
DAFTAR PUSTAKA
Beerling,R.F. 1961. Filsafat Dewasa Ini. Jakarta: Dinas
Penerbitan Balai Pustaka
Fadliyanur (2011). Filsafat Ilmu Neo-Positivisme. From http://fadliyanur.blogspot.com/2011/01/filsafat-ilmu-neo-positivisme.html, 11 Oktober
2014
Jimmy Simamora
(2011). Neo-Positivisme dan
Perkembangannya. From http://jimmysimamora.blogspot.com/2011/06/neo-positivisme-dan-perkembangannya.html, 11 Oktober
2014
Taura Hida (2012). Filsafat dan Filsafat Pendidikan. From http://filsafat.kompasiana.com/2012/05/11/pendidikan-dan-filsafat-pendidikan-456541.html, 11 Oktober 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar