REF. MAT 3/A-25
KURIKULUM 2013
DAN NEO-POSITIVISME
Apa sih filsafat itu? Penting ga sih kita belajar
filsafat? Mungkin
kita akan selalu bertanya seperti itu. Dalam garis besar filsafat adalah suatu
ilmu yang benar-benar mengharuskan kita berpikir dari apa yang telah kita
ketahui. Dalam filsafat terdapat beberapa aliran, salah satunya adalah aliran
filsafat neo-positivisme.
Positivisme merupakan Aliran pemikiran yang membatasi
pikiran pada segala hal yang dapat dibuktikan dengan pengamatan atau pada
analisis definisi dan relasi antara istilah-istilah. Positivisme (disebut juga
sebagai empirisme logis, empirisme rasional, dan juga neo-positivisme) adalah
sebuah filsafat yang berasal dari Lingkaran Wina pada tahun 1920-an. Aliran
ini dapat dikatakan sebagai aliran empiris logika, yang artinya berpikir dengan
kenyataan dan fakta yang akurat yang benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata
berdasarkan pegalaman. Atau bisa dikatakan neo-positivisme adalah aliran yang
berpangkal dari apa yang telah diketahui, aktual, dan positif. Karena itu,
dalam aliran ini juga berpendapat bahwa filsafat
harus dapat memberikan kriteria yang ketat untuk menetapkan apakah sebuah
pernyataan adalah benar, salah atau tidak memiliki arti sama sekali.
Tokoh-tokoh dalam aliran ini adalah :
1.
August Comte ( 1798 – 1857 )
Ia memiliki peranan yang sangat penting dalam aliran ini.
Istilah “positivisme” ia populerkan. Ia menjelaskan perkembangan pemikiran
manusia dalam kerangka tiga tahap. Pertama, tahap teologis. Kedua, tahap
metafisik. Dan ketiga, tahap positif.
2. John Stuart Mill ( 1806 – 1873 )
Ia adalah seorang filosof Inggris
yang menggunakan sistem positivisme pada ilmu jiwa, logika, dan kesusilaan.
John Stuart Mill memberikan landasan psikologis terhadap filsafat positivisme.
Karena psikologi merupakan pengetahuan dasar bagi filsafat. Seperti halnya
dengan kaum positif, Mill mengakui bahwa satu-satunya yang menjadi sumber
pengetahuan ialah pengalaman. Karena itu induksi merupakan metode yang paling
dipercaya dalam ilmu pengetahuan.
3. H. Taine ( 1828 – 1893 )
Ia mendasarkan diri pada positivisme
dan ilmu jiwa, sejarah, politik, dan kesastraan.
4. Emile Durkheim (1852 – 1917 )
Ia menganggap positivisme sebagai
asas sosiologi.
Secara umum,
para penganut paham positivisme memiliki minat kuat terhadap sains dan
mempunyai sikap skeptis (kurang percaya;ragu-ragu) terhadap ilmu
agama dan hal-hal yang berbau metafisika. Mereka meyakini bahwa semua ilmu
pengetahuan haruslah berdasarkan inferensi
(simpulan) logis yang
berdasarkan fakta yang jelas. Sehingga, penganut paham ini mendukung
teori-teori paham realisme, materialisme, naturalisme, filsafat dan empirisme.
Realisme adalah aliran/gaya yang memandang dunia
ini tanpa ilusi, apa adanya tanpa menambah dan mengurangi objek. Materialisme adalah paham dalam filsafat yang menyatakan
bahwa hal yang dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi. Materi dapat dipahami
sebagai bahan; benda; segala sesuatu yang tampak. Naturalisme adalah merupakan teori
yang menerima “nature” (alam) sebagai keseluruhan realitas. Empirisme adalah adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan
bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Empirisme
menolak anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya
ketika dilahirkan.
Neo-positivisme memiliki dua akar utama, yaitu:
1.
Reaksi terhadap aliran metafisika. Neo-positivisme
menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Aliran ini lebih mengacu
kepada hal-hal yang dapat dibuktikan secara empiris.
2.
Neo-positivisme terletak dalam
perkembangan ilmu pasti dan ilmu alam modern.
August Comte membagi perkembangan pemikiran manusia ke dalam
tiga tahap, yaitu:
1.
Tahap Teologi. Teologi berasal dari
kata “theos” yang berarti ‘Tuhan’ dan “logia” yang berarti ‘ucapan’. Yang
dimaksud dalam tahap ini adalah tingkat pemikiran manusia menganggap bahwa semua
gejala di dunia ini disebabkan oleh hal-hal supernatural. Cara pandang seperti
ini tidak dapat diterapkan dalam ilmu pengetahuan. Comte membagi tahap ini
menjadi tiga periode, yaitu fetisisme (percaya pada kekuatan benda-benda),
politeisme (percaya pada banyak dewa), dan monoteisme (percaya pada satu
kekuatan tertinggi).
2.
Tahap Metafisik atau dapat disebut juga tahap transisi dari
tahap teologi ke tahap positif. Pada tahap ini manusia menganggap bahwa di
dalam setiap gejala terdapat kekuatan-kekuatan atau inti tertentu yang pada
akhirnya akan dapat diungkapkan (ditemukan dengan akal budi). Namun disini
belum adanya verifikasi.
3.
Tahap Positif atau tahap dimana manusia mulai berpikir secara
ilmiah. Ditahap ini gejala alam dijalaskan secara empiris namun tidak mutlak. Pada tahap ini menerangkan bahwa fakta-fakta yang khusus
dihubungkan dengan suatu fakta umum.
Lingkaran Wina (Vienna Circle)
adalah tonggak monument sejarah bagi para filsuf yang ingin membentuk ‘unified
science’, yang mempunyai program untuk menjadikan metode-metode yang berlaku
dalam ilmu pasti-alam sebagai metode pendekatan dan penelitian ilmu-ilmu
kemanusiaan, termasuk di dalamnya filsafat. Gerakan para filsuf dalam lingkaran
Wina ini disebut oleh sejarah pemikiran sebagai positivisme-logik. Salah
satu teori neo-positivisme atau positivisme logis yang paling dikenal adalah
tentang makna yang dapat dibuktikan, yang menyatakan bahwa sebuah pernyataan
dapat disebut bermakna jika dan hanya jika pernyataan tersebut dapat
diverifikasi secara empiris.
August
Comte berpendapat bahwa positivisme adalah puncak dalam perkembangan pemikiran
manusia. Terdapat tiga tahap perkembangan
dalam aliran neo-positivisme ini, yaitu: pertama,
positivisme mengarahkan pengetahuannya hanya kepada hal-hal yang bersifat
positivistik obyektif . Kedua,
pengetahuan sudah menggunakan sudut pandang psikologi yang subyektif. Ketiga, penganut neo-positivisme
menggabungkan sejumlah aliran seperti otomisme logis dan semantika dalam
positivisme logis. Otomisme logis adalah filsafat alam yang berpandangan bahwa dunia
alami terdiri dari dua benda yang mendasar, saling berlawanan, dan tidak dapat
dibagi yaitu atom dan kehampaan. Semantika adalah pembelajaran
tentang makna. Semantik biasanya dikaitkan dengan dua aspek lain, yaitu: sintaksis, pembentukan simbol kompleks
dari simbol yang lebih sederhana, serta pragmatika,
penggunaan praktis simbol oleh komunitas pada konteks tertentu.
Neo-positivisme adalah
suatu pergerakan dengan “anti” dan “pro”. Dia “anti” terhadap segala hal yang
bersifat metafisis yang menurut aliran metafisis ini tujuan ilmu adalah belajar
mengenal dunia. Dia “pro” terhadap filsafat sebagai metode keilmuan yang teliti
dan menghasilkan pengetahuan. Menurut pendapat positivisme tujuan ilmu adalah
mengkonstruksi suatu konsep agar manusia dapat berorientasi dalam dunia
pengalamannya.
Dalam
aliran neo-positivisme ini, August Comte mengusahakan adanya re-organize
masyarakat yang dicapai melalui science. Sains dari manapun asalnya
menghasilkan ramalan, dan ramalan dari manapun asalnya menghasilkan perbuatan
(action), begitu ungkapan August Comte dalam merumuskan teorinya mengenai
sains. Positivisme mengandung pengertian bahwa segala pengetahuan
kemasyarakatan harus berdasarkan pada segalanya yang dapat di observasi
berdasarkan fakta-fakta real dan diuji secara metodelogi. Sementara
neo-positivisme atau biasa disebut positivisme logis, merupakan kelanjutan dan
penegasan terhadap aliran positivisme. Neo-positivisme mengusahakan adanya
keketatan dalam ilmu pengetahuan dan menerapkan prinsip-prinsip metodologi
saintifik kesegala bidang keilmuan termasuk filsafat. Neo-positivisme menuntut
adanya kepastian metodologis dengan alat bantu kalkulasi matematik dan
statistik. Prinsip utama aliran neo-positivisme menyatakan bahwa fakta-fakta
yang dapat diobservasi adalah syarat bagi dimungkinkannya pengetahuan.
Fakta-fakta tersebut harus teruji melalui rasionalitas dengan metode matematis
dan logico-linguistik. Filsafat positivisme menggunakan metode pengamatan,
percobaan, dan perbandingan, kecuali dalam menghadapi gejala dalam fisika
sosial, digunakan metode sejarah. metode ilmiah adalah pendekatan yang
tepat untuk mengungkap proses baik peristiwa yang terkait masalah fisik dan
manusia.
Menurut
A.Comte, jiwa dan budi adalah basis dari teraturnya masyarakat. Sekarang ini
sudah masa nya harus hidup dengan pengabdian ilmu yang positif yaitu
matematika, fisika, biologi, dan ilmu kemasyarakatan. Karena itu, jiwa dan budi
haruslah mendapatkan pendidikan yang cukup dan matang, agar dalam pengabdian
nya dapat menciptakan generasi-generasi yang memiliki ilmu positif. Bagi Comte
untuk menciptakan masyarakat yang adil, diperlukan metode positif yang kepastiannya
tidak dapat digugat. Metode positif ini mempunyai 4 ciri, yaitu:
1.
Metode ini diarahkan pada
fakta-fakta
2.
Metode ini diarahkan pada perbaikan
terus-menerus dari syarat-syarat hidup
3.
Metode ini berusaha kearah kepastian
4.
Metode ini berusaha kearah kecermatan.
Ajaran pokok/ajaran dasar
neo-positivisme adalah:
1.
Setiap pernyataan yang secara prinsip
tidak dapat dikembalikan pada fakta tidak mempunyai arti nyata dan tidak masuk
akal.
2.
Hanya hubungan fakta-fakta saja yang
dapat diketahui.
3.
Perkembangan intelektual merupakan
sebab utama perubahan sosial.
4.
menggunakan metode pengamatan,
percobaan, dan perbandingan, kecuali dalam menghadapi gejala dalam fisika
sosial, digunakan metode sejarah.
Ajaran
pokok dalam aliran neo-positivisme ini sangat berpengaruh pada system
pendidikan saat ini. Pendidikan dalam neo-positivisme menekankan pentingnya
metode empiris-eksperimental dan menuntut adanya objektivitas dalam setiap
kajian nya. Objektivitas adalah sasaran pendidikan yang diajukan guna menekan
subjektivitas, objektivitas dalam aliran ini berkaitan dengan alam, manusia,
kemudian dengan Tuhan. Pendidikan harus mampu menjadi sarana bagi dijalankannya
metode saintifik atau yang sering disebut dengan metode ilmiah. Tujuan
pendidikan yang berdasarkan neo-positivisme ini adalah memperoleh pengetahuan
yang utuh dan sejati melalu metode ilmiah dan verifikasi. Prinsip
verifikasi dijadikan kriteria keilmiahan adalah bahwa “makna suatu proposisi adalah
metode verifikasinya”. Makna
verifikasi adalah:
a)
Suatu
proposisi hanya berarti bila proposisi itu dapat dibuktikan benar-salahnya.
b)
Ada
bentuk-bentuk kebenaran logis dan bentuk-bentuk kebnaran factual.
c)
Kebenaran
factual hanya dapat dibuktikan melalui pengalaman (verifikasi)
Beberapa asusmsi yang terkandung dalam
positivisme logis, diantaranya:
1) Naturalisme,
artinya positivis komit pada kesamaan fenomena alam; karena metode ilmu alama
dapat diterapkan pada ilmu social buadaya. Maka implikasinya adalah ilmu hanya
bertolak dari tingkah laku, dan institusi masyarakat yang teramati. Dalam cara
yang sama manusia dapat diteliti sebagai proses kimia atau biologi. Ilmu alam
menjadi model untuk penelitian social budaya.
2) Fenomenalisme,,artinya
Ilmu pengetahuan hanya bersumber dari fenomena yang dapat diamati, hal yang
abstrak dan metafisik di luar ilmu pengetahuan. Maka implikasinya adalah
relaitas dibatasi pada yang dapat dilihat, diraba, ddisentuh, didengar dan
dicium saja. Kesadaran, motivasi, tujuan hidup/kebahagiaan adalah hal yang
subjektif (ada dalam pikiran saja).
3) Nominalisme
adalah konsep universal sebagai gambaran murni sulit diterima karena hanya
didasarkan pada fakta individual. Konsep adalah suatu nama/sebutan kebahasaa
yang disepakati. Maka implikasinya adalah semua konsep dan ide yang tidak
didasarkan atas pengamatan langsung tidak bernakna. Konsep: kesadaran,
keadilan, jiwa, makna/tujuan hidup dinyatakan tidak bermakna.
4) Atomisme
adalah pendekatan khusus untuk mendefinisikan objek studi. Objek yang diteliti
dapat dipecah dalam bagian-bagian kecil. Objek merupakan jumlah total dari
komponen atomiknya. Maka implikasinya adalah unit terkecil yang dapat
diobservasi menjadi fokus riset. Dalam penelitian sosiologi ia bertolak dari
individu; masyarakat dipandang tidak lain dari kumpulan individu-individu.
5) Tujuan
ilmu pengetahuan adalah menemukan hukum-hukum ilmiah. Bertolak dari
observasi terhadap fenomena alam dicari “empirical-regularity”.Hukum
ilmiah adalah pernyataan umum yang dapat menjelaskan keberaturan pengalaman
pada tempat dan waktu yang berbeda. Maka implikasinya adalah pencarian hukum
ilmiah diadopsi oleh ilmuwan social dengan asumsi keteraturan empiris,
misalnya: merokok menyebabkan kanker paru-paru. Biasanya dirumuskan: jika p
maka q.
6) Fakta
dan nilai dilihat sebagai dua hal yang berbeda/terpisah. Fakta dapat
diobservasi, diukur dan diverifikasi. Nilai-nilai termasuk penilaian subjektif,
tuntutan tentang apa yang seharusnya tidak boleh masuk dalam wilayah ilmu
pengetahuan. Maka implikasinya adalah para ilmu social budaya yang menerima
asumsi ini menyatakan bahwa proposisi ilmiah bebas dari nilai.
Aliran
ini sangat mendominasi system pendidikan yang sedang berjalan saat ini. Karena
ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial selalu memakai metode ilmiah
dalam memahami realitas. Melalui metode ilmiah ini, kebenaran dapat tercapai.
Namun kebenaran yang dimaksud dalam aliran ini adalah kebenaran tentatif yang
artinya dapat gugur jika ditemukan kebenaran yang lebih tetap atau akurat.
Pendidikan neo-positivisme selalu menuntut adanya pengujian secara matematis.
Pendidikan
pada dewasa ini merupakan suatu kebutuhan untuk membuat pribadi menjadi lebih
bermakna. Hakikat pendidikan tiada lain adalah humanisasi. Tujuan pendidikan
adalah terwujudnya manusia ideal atau manusia yang dicita-citakan sesuai
nilai-nilai dan norma-norma yang dianut. Contoh manusia ideal yang menjadi
tujuan pendidikan tersebut antara lain: manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, cerdas, terampil, dan sebagainya.
Sebab itu, pendidikan bersifat normatif dan mesti dapat dipertanggungjawabkan.
Pendidikan tidak boleh dilaksanakan secara sembarang, melainkan harus
dilaksanakan secara bijaksana. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang seperti
itu, diperlukan rancangan pendidikan yang tepat atau yang sering disebut dengan
kurikulum.
Pada tahun ini, sudah di terapkan
kurikulum 2013 untuk pendidikan di Indonesia. Titik beratnya, bertujuan untuk
mendorong peserta didik atau siswa, mampu
lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan
(mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah
menerima materi pembelajaran.
Adapun obyek yang menjadi pembelajaran dalam kurikulum 2013 menekankan pada
fenomena alam, sosial, seni, dan budaya. Melalui pendekatan
itu diharapkan siswa memiliki kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan
jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif,
sehingga nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan
tantangan di zamannya, memasuki masa depan yang lebih baik. Kurikulum 2013 ini
menggunakan pendekatan atau metode saintifik. Dimana siswa diajarkan dan
dibiasakan untuk membuktikan dan membangun pengetahuannya sendiri melalui
pendekatan saintifik tersebut dengan mengamati suatu objek.
Seperti
halnya kurikulum saat ini yaitu kurikulum 2013. Dapat kita lihat, sebenarnya
pendidikan masa kini berpedoman kepada aliran neo-positivisme. Dimana dalam
kurikulum ini terdapat pendekatan saintifik, yang artinya proses pembelajran
dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep,
hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati untuk mengidentifikasi atau
menemukan masalah, merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis,
mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan
dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ‘ditemukan’. Proses
pembelajaran yang seperti inilah yang memiliki kesamaan prinsip dengan aliran
neo-postivisme. Dimana aliran ini mengutamakan metode ilmiah atau metode
saintifik untuk menemukan atau membuktikan teorema-teorema yang terjadi di
alam.
Menurut
aliran neo-positivisme ini, pengamatan inderawi adalah pengamatan yang paling
pasti, karena kita akan merasakan, melihat dan meraba objek nya sendiri.
Sehingga anak mampu memahami dan lebih mengingat apa yang telah ia lakukan dan
temukan dari objek nya itu. Dapat dikatakan pengamatan inderawi adalah
observasi secara langsung. Kurikulum 2013 pun memakai prinsip ini, dimana dalam
setiap pelajaran nya guru diupayakan untuk memakai alat peraga atau objek alam
seperti manusia, hewan, tumbuhan yang menjadi sebuah pengamatan sehingga siswa
lebih mudah memahami dan mengkonstruks pengetahuannya sendiri.
Dalam
aliran neo-positivisme ini selalu mengutamakan logika dalam mencari pengetahuan
baru atau membuktikan sesuatu. Demikian juga dalam pendidikan masa kini yang
harus selalu memakai logika yang positive untuk memecahkan masalah, menemukan
pengetahuan baru serta membuktikan dan mengembangkan pengetahuan yang sudah ada
sejak dulu. Jadi pada intinya kurikulum 2013 dalam pendidikan saat ini memakai
prinsip-prinsip atau pokok-pokok ajaran yang terdapat dalam aliran filsafat
neo-positivisme.
Daftar
Pustaka
Beerling,R.F. 1961. Filsafat Dewasa Ini. Jakarta: Dinas
Penerbitan Balai Pustaka
Fadliyanur (2011). Filsafat Ilmu Neo-Positivisme. From http://fadliyanur.blogspot.com/2011/01/filsafat-ilmu-neo-positivisme.html, 11 Oktober
2014
Jimmy
Simamora (2011). Neo-Positivisme dan
Perkembangannya. From http://jimmysimamora.blogspot.com/2011/06/neo-positivisme-dan-perkembangannya.html, 11 Oktober
2014
Taura Hida
(2012). Filsafat dan Filsafat Pendidikan.
From http://filsafat.kompasiana.com/2012/05/11/pendidikan-dan-filsafat-pendidikan-456541.html, 11 Oktober 2014
Guruorid
(2013). Inti Kurikulum 2013:
Penyederhanaan, Tematik-Integratif. From http://guru.or.id/inti-kurikulum-2013-penyederhanaan-tematik-integratif.html, 17 Oktober
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar