Rabu, 10 Desember 2014

KURIKULUM 2013 DAN NEO-POSITIVISME

REF. MAT 3/A-25

KURIKULUM 2013 DAN NEO-POSITIVISME

Apa sih filsafat itu? Penting ga sih kita belajar filsafat? Mungkin kita akan selalu bertanya seperti itu. Dalam garis besar filsafat adalah suatu ilmu yang benar-benar mengharuskan kita berpikir dari apa yang telah kita ketahui. Dalam filsafat terdapat beberapa aliran, salah satunya adalah aliran filsafat neo-positivisme.
Positivisme merupakan Aliran pemikiran yang membatasi pikiran pada segala hal yang dapat dibuktikan dengan pengamatan atau pada analisis definisi dan relasi antara istilah-istilah. Positivisme (disebut juga sebagai empirisme logis, empirisme rasional, dan juga neo-positivisme) adalah sebuah filsafat yang berasal dari Lingkaran Wina pada tahun 1920-an. Aliran ini dapat dikatakan sebagai aliran empiris logika, yang artinya berpikir dengan kenyataan dan fakta yang akurat yang benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata berdasarkan pegalaman. Atau bisa dikatakan neo-positivisme adalah aliran yang berpangkal dari apa yang telah diketahui, aktual, dan positif. Karena itu, dalam aliran ini juga berpendapat bahwa filsafat harus dapat memberikan kriteria yang ketat untuk menetapkan apakah sebuah pernyataan adalah benar, salah atau tidak memiliki arti sama sekali.
Tokoh-tokoh dalam aliran ini adalah :
1.      August Comte ( 1798 – 1857 )
Ia memiliki peranan yang sangat penting dalam aliran ini. Istilah “positivisme” ia populerkan. Ia menjelaskan perkembangan pemikiran manusia dalam kerangka tiga tahap. Pertama, tahap teologis. Kedua, tahap metafisik. Dan ketiga, tahap positif.
2.    John Stuart Mill ( 1806 – 1873 )
Ia adalah seorang filosof Inggris yang menggunakan sistem positivisme pada ilmu jiwa, logika, dan kesusilaan. John Stuart Mill memberikan landasan psikologis terhadap filsafat positivisme. Karena psikologi merupakan pengetahuan dasar bagi filsafat. Seperti halnya dengan kaum positif, Mill mengakui bahwa satu-satunya yang menjadi sumber pengetahuan ialah pengalaman. Karena itu induksi merupakan metode yang paling dipercaya dalam ilmu pengetahuan.
3.    H. Taine ( 1828 – 1893 )
Ia mendasarkan diri pada positivisme dan ilmu jiwa, sejarah, politik, dan kesastraan.
4.    Emile Durkheim (1852 – 1917 )
Ia menganggap positivisme sebagai asas sosiologi.

Secara umum, para penganut paham positivisme memiliki minat kuat terhadap sains dan mempunyai sikap skeptis (kurang percaya;ragu-ragu) terhadap ilmu agama dan hal-hal yang berbau metafisika. Mereka meyakini bahwa semua ilmu pengetahuan haruslah berdasarkan inferensi (simpulan) logis yang berdasarkan fakta yang jelas. Sehingga, penganut paham ini mendukung teori-teori paham realisme, materialisme, naturalisme, filsafat dan empirisme. Realisme adalah aliran/gaya yang memandang dunia ini tanpa ilusi, apa adanya tanpa menambah dan mengurangi objek. Materialisme adalah paham dalam filsafat yang menyatakan bahwa hal yang dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi.  Materi dapat dipahami sebagai bahan; benda; segala sesuatu yang tampak. Naturalisme adalah merupakan teori yang menerima “nature” (alam) sebagai keseluruhan realitas. Empirisme adalah adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Empirisme menolak anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan.
Neo-positivisme memiliki dua akar utama, yaitu:
1.      Reaksi terhadap aliran metafisika. Neo-positivisme menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Aliran ini lebih mengacu kepada hal-hal yang dapat dibuktikan secara empiris.
2.      Neo-positivisme terletak dalam perkembangan ilmu pasti dan ilmu alam modern.

August Comte membagi perkembangan pemikiran manusia ke dalam tiga tahap, yaitu:
1.      Tahap Teologi. Teologi berasal dari kata “theos” yang berarti ‘Tuhan’ dan “logia” yang berarti ‘ucapan’. Yang dimaksud dalam tahap ini adalah tingkat pemikiran manusia menganggap bahwa semua gejala di dunia ini disebabkan oleh hal-hal supernatural. Cara pandang seperti ini tidak dapat diterapkan dalam ilmu pengetahuan. Comte membagi tahap ini menjadi tiga periode, yaitu fetisisme (percaya pada kekuatan benda-benda), politeisme (percaya pada banyak dewa), dan monoteisme (percaya pada satu kekuatan tertinggi).
2.      Tahap Metafisik atau dapat disebut juga tahap transisi dari tahap teologi ke tahap positif. Pada tahap ini manusia menganggap bahwa di dalam setiap gejala terdapat kekuatan-kekuatan atau inti tertentu yang pada akhirnya akan dapat diungkapkan (ditemukan dengan akal budi). Namun disini belum adanya verifikasi.
3.      Tahap Positif atau tahap dimana manusia mulai berpikir secara ilmiah. Ditahap ini gejala alam dijalaskan secara empiris namun tidak mutlak. Pada tahap ini menerangkan bahwa fakta-fakta yang khusus dihubungkan dengan suatu fakta umum.


Lingkaran Wina (Vienna Circle) adalah tonggak monument sejarah bagi para filsuf yang ingin membentuk ‘unified science’, yang mempunyai program untuk menjadikan metode-metode yang berlaku dalam ilmu pasti-alam sebagai metode pendekatan dan penelitian ilmu-ilmu kemanusiaan, termasuk di dalamnya filsafat. Gerakan para filsuf dalam lingkaran Wina ini disebut oleh sejarah pemikiran sebagai positivisme-logik. Salah satu teori neo-positivisme atau positivisme logis yang paling dikenal adalah tentang makna yang dapat dibuktikan, yang menyatakan bahwa sebuah pernyataan dapat disebut bermakna jika dan hanya jika pernyataan tersebut dapat diverifikasi secara empiris.
August Comte berpendapat bahwa positivisme adalah puncak dalam perkembangan pemikiran manusia. Terdapat tiga tahap perkembangan dalam aliran neo-positivisme ini, yaitu: pertama, positivisme mengarahkan pengetahuannya hanya kepada hal-hal yang bersifat positivistik obyektif . Kedua, pengetahuan sudah menggunakan sudut pandang psikologi yang subyektif. Ketiga, penganut neo-positivisme menggabungkan sejumlah aliran seperti otomisme logis dan semantika dalam positivisme logis. Otomisme logis adalah filsafat alam yang berpandangan bahwa dunia alami terdiri dari dua benda yang mendasar, saling berlawanan, dan tidak dapat dibagi yaitu atom dan kehampaan. Semantika adalah pembelajaran tentang makna. Semantik biasanya dikaitkan dengan dua aspek lain, yaitu: sintaksis, pembentukan simbol kompleks dari simbol yang lebih sederhana, serta pragmatika, penggunaan praktis simbol oleh komunitas pada konteks tertentu.
Neo-positivisme adalah suatu pergerakan dengan “anti” dan “pro”. Dia “anti” terhadap segala hal yang bersifat metafisis yang menurut aliran metafisis ini tujuan ilmu adalah belajar mengenal dunia. Dia “pro” terhadap filsafat sebagai metode keilmuan yang teliti dan menghasilkan pengetahuan. Menurut pendapat positivisme tujuan ilmu adalah mengkonstruksi suatu konsep agar manusia dapat berorientasi dalam dunia pengalamannya.
Dalam aliran neo-positivisme ini, August Comte mengusahakan adanya re-organize masyarakat yang dicapai melalui science. Sains dari manapun asalnya menghasilkan ramalan, dan ramalan dari manapun asalnya menghasilkan perbuatan (action), begitu ungkapan August Comte dalam merumuskan teorinya mengenai sains. Positivisme mengandung pengertian bahwa segala pengetahuan kemasyarakatan harus berdasarkan pada segalanya yang dapat di observasi berdasarkan fakta-fakta real dan diuji secara metodelogi. Sementara neo-positivisme atau biasa disebut positivisme logis, merupakan kelanjutan dan penegasan terhadap aliran positivisme. Neo-positivisme mengusahakan adanya keketatan dalam ilmu pengetahuan dan menerapkan prinsip-prinsip metodologi saintifik kesegala bidang keilmuan termasuk filsafat. Neo-positivisme menuntut adanya kepastian metodologis dengan alat bantu kalkulasi matematik dan statistik. Prinsip utama aliran neo-positivisme menyatakan bahwa fakta-fakta yang dapat diobservasi adalah syarat bagi dimungkinkannya pengetahuan. Fakta-fakta tersebut harus teruji melalui rasionalitas dengan metode matematis dan logico-linguistik. Filsafat positivisme menggunakan metode pengamatan, percobaan, dan perbandingan, kecuali dalam menghadapi gejala dalam fisika sosial, digunakan metode sejarah. metode ilmiah adalah pendekatan yang tepat untuk mengungkap proses baik peristiwa yang terkait masalah fisik dan manusia.
Menurut A.Comte, jiwa dan budi adalah basis dari teraturnya masyarakat. Sekarang ini sudah masa nya harus hidup dengan pengabdian ilmu yang positif yaitu matematika, fisika, biologi, dan ilmu kemasyarakatan. Karena itu, jiwa dan budi haruslah mendapatkan pendidikan yang cukup dan matang, agar dalam pengabdian nya dapat menciptakan generasi-generasi yang memiliki ilmu positif. Bagi Comte untuk menciptakan masyarakat yang adil, diperlukan metode positif yang kepastiannya tidak dapat digugat. Metode positif ini mempunyai 4 ciri, yaitu:
1.      Metode ini diarahkan pada fakta-fakta
2.      Metode ini diarahkan pada perbaikan terus-menerus dari syarat-syarat hidup
3.      Metode ini berusaha kearah kepastian
4.      Metode ini berusaha kearah kecermatan.
Ajaran pokok/ajaran dasar neo-positivisme adalah:
1.      Setiap pernyataan yang secara prinsip tidak dapat dikembalikan pada fakta tidak mempunyai arti nyata dan tidak masuk akal.
2.      Hanya hubungan fakta-fakta saja yang dapat diketahui.
3.      Perkembangan intelektual merupakan sebab utama perubahan sosial.
4.      menggunakan metode pengamatan, percobaan, dan perbandingan, kecuali dalam menghadapi gejala dalam fisika sosial, digunakan metode sejarah.
Ajaran pokok dalam aliran neo-positivisme ini sangat berpengaruh pada system pendidikan saat ini. Pendidikan dalam neo-positivisme menekankan pentingnya metode empiris-eksperimental dan menuntut adanya objektivitas dalam setiap kajian nya. Objektivitas adalah sasaran pendidikan yang diajukan guna menekan subjektivitas, objektivitas dalam aliran ini berkaitan dengan alam, manusia, kemudian dengan Tuhan. Pendidikan harus mampu menjadi sarana bagi dijalankannya metode saintifik atau yang sering disebut dengan metode ilmiah. Tujuan pendidikan yang berdasarkan neo-positivisme ini adalah memperoleh pengetahuan yang utuh dan sejati melalu metode ilmiah dan verifikasi. Prinsip verifikasi dijadikan kriteria keilmiahan adalah bahwa “makna suatu proposisi adalah metode verifikasinya”. Makna verifikasi adalah:
a)      Suatu proposisi hanya berarti bila proposisi itu dapat dibuktikan benar-salahnya.
b)      Ada bentuk-bentuk kebenaran logis dan bentuk-bentuk kebnaran factual.
c)      Kebenaran factual hanya dapat dibuktikan melalui pengalaman (verifikasi)

Beberapa asusmsi yang terkandung dalam positivisme logis, diantaranya:
1)      Naturalisme, artinya positivis komit pada kesamaan fenomena alam; karena metode ilmu alama dapat diterapkan pada ilmu social buadaya. Maka implikasinya adalah ilmu hanya bertolak dari tingkah laku, dan institusi masyarakat yang teramati. Dalam cara yang sama manusia dapat diteliti sebagai proses kimia atau biologi. Ilmu alam menjadi model untuk penelitian social budaya.
2)      Fenomenalisme,,artinya Ilmu pengetahuan hanya bersumber dari fenomena yang dapat diamati, hal yang abstrak dan metafisik di luar ilmu pengetahuan. Maka implikasinya adalah relaitas dibatasi pada yang dapat dilihat, diraba, ddisentuh, didengar dan dicium saja. Kesadaran, motivasi, tujuan hidup/kebahagiaan adalah hal yang subjektif (ada dalam pikiran saja).
3)      Nominalisme adalah konsep universal sebagai gambaran murni sulit diterima karena hanya didasarkan pada fakta individual. Konsep adalah suatu nama/sebutan kebahasaa yang disepakati. Maka implikasinya adalah semua konsep dan ide yang tidak didasarkan atas pengamatan langsung tidak bernakna. Konsep: kesadaran, keadilan, jiwa, makna/tujuan hidup dinyatakan tidak bermakna.
4)      Atomisme adalah pendekatan khusus untuk mendefinisikan objek studi. Objek yang diteliti dapat dipecah dalam bagian-bagian kecil. Objek merupakan jumlah total dari komponen atomiknya. Maka implikasinya adalah unit terkecil yang dapat diobservasi menjadi fokus riset. Dalam penelitian sosiologi ia bertolak dari individu; masyarakat dipandang tidak lain dari kumpulan individu-individu.
5)      Tujuan ilmu pengetahuan adalah menemukan hukum-hukum  ilmiah. Bertolak dari observasi terhadap fenomena alam dicari “empirical-regularity”.Hukum ilmiah adalah pernyataan umum yang dapat menjelaskan keberaturan pengalaman pada tempat dan waktu yang berbeda. Maka implikasinya adalah pencarian hukum ilmiah diadopsi oleh ilmuwan social  dengan asumsi keteraturan empiris, misalnya: merokok menyebabkan kanker paru-paru. Biasanya dirumuskan: jika p maka q.
6)      Fakta dan nilai dilihat sebagai dua hal yang berbeda/terpisah. Fakta dapat diobservasi, diukur dan diverifikasi. Nilai-nilai termasuk penilaian subjektif, tuntutan tentang apa yang seharusnya tidak boleh masuk dalam wilayah ilmu pengetahuan. Maka implikasinya adalah para ilmu social budaya yang menerima asumsi ini menyatakan bahwa proposisi ilmiah bebas dari nilai.
Aliran ini sangat mendominasi system pendidikan yang sedang berjalan saat ini. Karena ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial selalu memakai metode ilmiah dalam memahami realitas. Melalui metode ilmiah ini, kebenaran dapat tercapai. Namun kebenaran yang dimaksud dalam aliran ini adalah kebenaran tentatif yang artinya dapat gugur jika ditemukan kebenaran yang lebih tetap atau akurat. Pendidikan neo-positivisme selalu menuntut adanya pengujian secara matematis.
Pendidikan pada dewasa ini merupakan suatu kebutuhan untuk membuat pribadi menjadi lebih bermakna. Hakikat pendidikan tiada lain adalah humanisasi. Tujuan pendidikan adalah terwujudnya manusia ideal atau manusia yang dicita-citakan sesuai nilai-nilai dan norma-norma yang dianut. Contoh manusia ideal yang menjadi tujuan pendidikan tersebut antara lain: manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, cerdas, terampil, dan sebagainya. Sebab itu, pendidikan bersifat normatif dan mesti dapat dipertanggungjawabkan. Pendidikan tidak boleh dilaksanakan secara sembarang, melainkan harus dilaksanakan secara bijaksana. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang seperti itu, diperlukan rancangan pendidikan yang tepat atau yang sering disebut dengan kurikulum.
Pada tahun ini, sudah di terapkan kurikulum 2013 untuk pendidikan di Indonesia. Titik beratnya, bertujuan untuk mendorong peserta didik atau siswa, mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran. Adapun obyek yang menjadi pembelajaran dalam kurikulum 2013 menekankan pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya. Melalui pendekatan itu diharapkan siswa memiliki kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya, memasuki masa depan yang lebih baik. Kurikulum 2013 ini menggunakan pendekatan atau metode saintifik. Dimana siswa diajarkan dan dibiasakan untuk membuktikan dan membangun pengetahuannya sendiri melalui pendekatan saintifik tersebut dengan mengamati suatu objek.
Seperti halnya kurikulum saat ini yaitu kurikulum 2013. Dapat kita lihat, sebenarnya pendidikan masa kini berpedoman kepada aliran neo-positivisme. Dimana dalam kurikulum ini terdapat pendekatan saintifik, yang artinya proses pembelajran dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah, merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ‘ditemukan’. Proses pembelajaran yang seperti inilah yang memiliki kesamaan prinsip dengan aliran neo-postivisme. Dimana aliran ini mengutamakan metode ilmiah atau metode saintifik untuk menemukan atau membuktikan teorema-teorema yang terjadi di alam.
Menurut aliran neo-positivisme ini, pengamatan inderawi adalah pengamatan yang paling pasti, karena kita akan merasakan, melihat dan meraba objek nya sendiri. Sehingga anak mampu memahami dan lebih mengingat apa yang telah ia lakukan dan temukan dari objek nya itu. Dapat dikatakan pengamatan inderawi adalah observasi secara langsung. Kurikulum 2013 pun memakai prinsip ini, dimana dalam setiap pelajaran nya guru diupayakan untuk memakai alat peraga atau objek alam seperti manusia, hewan, tumbuhan yang menjadi sebuah pengamatan sehingga siswa lebih mudah memahami dan mengkonstruks pengetahuannya sendiri.
Dalam aliran neo-positivisme ini selalu mengutamakan logika dalam mencari pengetahuan baru atau membuktikan sesuatu. Demikian juga dalam pendidikan masa kini yang harus selalu memakai logika yang positive untuk memecahkan masalah, menemukan pengetahuan baru serta membuktikan dan mengembangkan pengetahuan yang sudah ada sejak dulu. Jadi pada intinya kurikulum 2013 dalam pendidikan saat ini memakai prinsip-prinsip atau pokok-pokok ajaran yang terdapat dalam aliran filsafat neo-positivisme.







Daftar Pustaka

Beerling,R.F. 1961. Filsafat Dewasa Ini. Jakarta: Dinas Penerbitan Balai Pustaka
Fadliyanur (2011). Filsafat Ilmu Neo-Positivisme. From http://fadliyanur.blogspot.com/2011/01/filsafat-ilmu-neo-positivisme.html, 11 Oktober 2014
Jimmy Simamora (2011). Neo-Positivisme dan Perkembangannya. From http://jimmysimamora.blogspot.com/2011/06/neo-positivisme-dan-perkembangannya.html, 11 Oktober 2014
Taura Hida (2012). Filsafat dan Filsafat Pendidikan. From http://filsafat.kompasiana.com/2012/05/11/pendidikan-dan-filsafat-pendidikan-456541.html, 11 Oktober 2014

Guruorid (2013). Inti Kurikulum 2013: Penyederhanaan, Tematik-Integratif. From http://guru.or.id/inti-kurikulum-2013-penyederhanaan-tematik-integratif.html, 17 Oktober 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar